Rindu itu bernama Perjuangan

senjadipratama 4 2:47 PM
Oleh : Agung Pratama
          Bila rindu itu datang, terkadang berjuang sendirian itu teramat menyakitkan tanpa ada suatu kondisi yang sistematis. Pada akhirnya itu pun menjadi demam kala rasa lelah dan letih datang mendatangi. Sampai baru kusadari bahwa rindu itu tak pernah datang, karena bahwasanya ia melekat di dalam diri manusia. Namun kembali lagi kepada manusianya, mengikuti nafsunya atau hatinya.
            Namun aku percaya bahwa yang membangun sikap optimistis untuk perbaikan negeri itu tidak dapat sendirian, namun harus seluruh pemuda bangsa yang berintelektual di negeri ini. Konsep membangun yang dasar ialah kala kita menempuh pendidikan. Pendidikan adalah salah satu sarana untuk membangun mental pemuda bangsa negeri ini. Namun pertanyaan sekarang, seberapa baik pemuda sekarang membangun mentalnya untuk membangun bangsanya. Atau sekedar hanya menjadi kuli di negeri sendiri, sudah menjadi kebanggaan. Tentu tidak seperti itu yang ingin di capai. Bagaimana mengeluarkan kualitas yang bagus kalaupun alat untuk menghasilkan kualitasnya sudah rusak parah dan berkarat. Sebuah kerinduan untuk bersama-sama membangun bangsa menjadi hal yang penting bukan perusak bangsa.           

Mengenai hal itu tentu esensi mendasar ialah pemuda mana yang akan membangun bangsa ini. Bila semasa sekolah ia sudah melakukan kegiatan di luar intelektual tentu  itu menjadi catatan evaluasi ke depan. Menurut tjetje intelektual/intelegensia adalah mereka yang terpelajar plus. Plus inilah yang paling fundamental dalam kondisi intelektual pemuda. Tak mungkin pula pemuda yang egoistis, maling, curang, jahat dan suka mencontek serta merugikan diri orang lain termasuk dalam Plus ini. Hal itu tentu tidak termasuk pemuda bangsa yang berintelektual, karena itu mereka hanya menjadi batu, kerikil, dan sandungan dalam membangun negeri bagi pemuda intelektual. Otomatis yang di maksud dengan intelektual adalah kebalikan dari semua itu, dan yang menyangkut hal-hal yang baik. Rindu ini bukan di ucapkan dari lisan, namun di hayati sampai ke sanubari agar melekat ke dalam hati.
            Cukup ngilu apabila melihat sebuah realita sekarang, di zaman teknologi sudah menjadi alat pemanja. Mahasiswa yang termasuk dalam lingkup pemuda, tentu mempunyai nama kebesaran. Elemen inilah seharusnya mempunyai intelektual itu, karena mereka termasuk elemen pemuda yang menempah di dunia pendidikan. Berbeda kondisi apabila melihat ke belakang, dengan menemui nama Adam Malik, Haji Agus Salim, H Anwar Tjokroaminoto. Mereka ialah pemuda yang menempah mentalnya secara otodidak bukan melalui lembaga pendidikan. Maka tak heran bahasa asing sudah mereka kuasai walaupun tanpa di tempa di dunia pendidikan. Kembali ke kondisi sekarang tentu hal itu cukup di bilang mustahil apabila melihat pemuda bangsa ini bisa menguasai 5 bahasa asing tanpa melalui lembaga pendidikan. Hal itu harus menjadi bahan referensi untuk para pemuda karena telah mengajarkan realita terdahulu. Realita sekarang, menjadi pemuda belum tentu menjadi mahasiswa dan menjadi mahasiswa belum tentu berintelektual.
            Tulisan ini tentang rindu yang bernama perjuangan, bukan berjuang dalam hal pribadi. Pemuda seharusnya membuka mata bukan terkukung di kandang emas yang hanya kamuflase. Perjuangan itu tak mengenal kata henti, untuk senantiasa berkontribusi membangun negeri. Semoga kita dapat berkontribusi untuk negeri dengan perjuangan yang tak kenal henti.

Related Posts

Pemuda 4501597683903972702

4 Comments

Awalnya kan menimbulkan kesadaran pemuda dulu. Jika kesadaran gak ada, bagaimana mau melangkah ke tahap selanjutnya ?

Salam agustinusrangga.blogspot.com
ditunggu kunjungan baliknya sob.

itu gan yang susah, mencari "sadar" itu !
Banyak yang nggak sadar2, sekarang mah... Makasih gan.

Oke

Gan, minta follow agustinusrangga.blogspot.com dong

Post a Comment

Satu kata sungguh berarti

Search

Follow us

Popular Posts