Duka Sang Idealis
Ku buka tulisan ini dengan mengucapkan bassmallah,
"Dalam sebuah perjalanan panjang pasti ada garis akhirnya, di sana telah menunggu sahabat kita, yang siap melanjutkan perjalanan ini, maka biarkanlah dia, berikan tongkat estapet itu dan iringi dia menuju masa gemilang nya."
Malam telah mencapai ufuk ketika tangan ini memaksa mata agar tak mengantuk terlebih dahulu. Rupanya karena perasaan ini, yang tak dapat terabai lagi. sebuah pengalaman haru nan sedih, merasuk kerelung hati, ketika sahabat karib kita menceritakan apa yang sedang dia rasakan. begitu pilu terasa, dibalik senyum manisnya, dibalik canda tawanya, tersirat begitu banyak beban yang menimpanya. beban melawan keegoisan diri. beban melawan kesabaran, kemarahan terpendam yang sejak dulu dia simpan jauh didasar hatinya.
Kala itu ia menceritakan berbagai kendala yang ia alami selama kuliah dikampus tercintanya. Setetes demi tetes air mata mulai mengalir ke pipinya, akupun tak sanggup manahan tangis ini juga. ku dengarkan segala keluh kesah nya tentang sebuah sistem yang bertentangan dengan hati nuraninya. sebagai seorang mahasiswa yang memiliki kepribadian yang kokoh dan pemikiran yang idealis, dia menentang sistem tersebut, dalam semua aspek. Sistem yang digunakan tidak menghasilkan perubahan apa-apa kedepan, malahan hanya menjadi corong keapatisan mahasiswa itu sendiri, begitu ungkapnya.
Dia tidak sanggup lagi dengan sistem tersebut, yang melegalkan senioritas, yang menitik beratkan pada otoriter dosen, penuh ketertutupan dalam hal pendanaan, memiliki visi yang secara tidak langsung mengekang mahasiswa untuk melakukan pengembangan diri mempersiapkan diri kepada lingkungan yang lebih besar lagi, yaitu lingkungan masyarakat.
Sistem yang belum bisa menanamkan sikap kritis mahasiswa, menghambat kreatifitas mahasiswa, lebih - lebih mengekang kebebasan berkreasi mereka serta sistem mengajar dosen yang terkesan monoton.
banyak hal yang dia ceritakan, dan itu yang membuat saya berfikir, secara realita ya memang benar apa yang dikatakan dia. Hal itulah yang menjadi beban dia selama ini, karena selama itu pula, ia tak sanggup berkembang saat dihadapkan dengan akademis, ia hanya menyenangi hal - hal berbau kebebasan dan berkelompok.
Satu hal yang saya katakan pada dia, "hal tersebut memang sebuah realita yang tak dapat disanggah lagi, begitulah keadaannya, saya juga demikian , tetapi satu yang terus membuat konsisten adalah saya belajar berkomitmen dalam hal ini, saya berkomitmen bahwa meski saya berada pada sistem yang buruk ini, saya harus bertahan dan mencoba merubahnya, mungkin butuh banyak orang untuk merubahnya, mungkin butuh waktu yang lama untuk merubahnya, mungkin butuh banyak pengorbanan untuk merubahnya, tapi tak apalah bagi saya, karena peruabhan itu akan terjadi jika kita mencoba manapakinya, berjalan menujunya". , teruslah berkomitmen dalam kebaikan, kita butuh orang - orang seperti dia, yang kritis dan mampu menyeru kepada tirani kebathilan.
Coba sekali - kali kita memandang sistem ini dari sisi yang lain, mungkin akan ada perbedaan yang berarti.
#tetap semangat kawan
#kick (kerja ikhlas, cerdas dan keras)
saya tutup dengan membaca hamdallah.
Post a Comment
Satu kata sungguh berarti