Doktrin Dosen untuk Sarjana S1
Saya
buka tulisan saya dengan melafadzkan basmallah,
Dunia
kampus merupakan masa yang cukup singkat bagi beberapa orang, mengingat begitu
gencarnya kita berlomba -lomba untuk mendapatkan peringkat kelulusan tercepat
dan IPK tertinggi. Mengingat lulus cepat dengan IPK lebih dari 3 sudah menjadi “standar”
yang harus diperjuangkan. Tapi “standar” yang mana dulu? Standar untuk
menjadi pencari kerjakah? Atau standar untuk menjadi Dosen? Atau standar
menjadi Pegawai negeri? Saya tidak bilang lulus cepat itu buruk. Tapi akan menjadi
lebih buruk jika kita lulus hanya untuk mengejar title belaka, sehingga
menggunakan berbagai macam cara untuk mendapatkan IP dan IPK yang tinggi. #na’udzubillah.
Secara umum, Banyak hal yang dapat menjadi pemicu timbulnya pola pikir study oriented yang sangat menyebar dikalangan mahasiswa , salah satu yang paling terkenal adalah doktrin seorang Dosen kepada mahasiswanya. Mengapa saya bilang yang paling terkenal? Ya, karena dosenlah yang sangat mampu memberikan masukan atau motivasi tentang sukses kuliah dan sukses menjadi mahasiswa, Menurut Beliau.
Doktrin dosen menjadi salah satu faktor penentu utama pembentuk opini mahasiswa mengenai apa yang ia lakukan saat di kampus, agar menjadi mahasiswa yang sukses menurut presepsi masing – masing dosen. Sebagian besar dosen ada yang menanamkan kepada mahasiswanya tentang urgensi belajar dengan sungguh – sungguh, dan menghindari dari kegiatan – kegiatan yang berada diluar mata kuliah yang diambil di kampus. Misal hal yang tak dapat menambah nilai IPK, hal tersebut harus dihindari karena menurutnya dapat menghancurkan nilai mahasiswa. Ada sebagian lagi yang mengajari mahasiswa untuk menjadi seorang yang aktif dan kritis saat di masa kuliah, tapi ini sedikit.
Menjadi seorang mahasiswa Sarjana S1 merupakan suatu hal yang lumrah dimasyarakat sekarang, hampir – hampir standar minimum masyarakat yang ingin bekerja menjadi PNS haruslah sarjana S1, jadi menjadi lulusan S1 sudah menjadi hal yang biasa dimasyarakat. Paling yang membedakan hanya Akreditas Kampus S1 tersebut. Itupun hanya untuk menghantarkan kita atau mahasiswa tersebut untuk menghadap ke Kursi Wawancara. Untuk selanjutnya kembali kepada diri mahasiswa itu masing – masing.
Apa
yang menjadi suatu keunggulan dari mahasiswa S1 jika sebagian besar masyarakat
dinegeri ini ternyata merupakan lulusan S1 dan sama – sama memiliki IPK lebih
dari 3? Paling Mengandalkan Akreditas Jurusan dan Kampus lagi. Perusahaan macam
apa yang menerima karyawannya hanya dengan melihat tolak ukur nilai IPK dan
Akreditas Kampus saja? Apakah benar – benar yakin anda bahwa perusahaan
tersebut bisa menerima anda diposisi yang anda inginkan?
Beribu banyak pertanyaan pasti akan selalu menghantui kita sebagai alumni Sarjana S1, apalagi yang sarjana S1 di Kampus biasa. Yang alumni Lulusan S1 di kampus yang luar biasa saja masuk PNS masih lewat jalur Khusus. (maaf bukan bermaksud buruk).
Kembali lagi ke doktrin Dosen, Suatu ketika di ruang kuliah jurusan saya, ada seorang dosen yang memeinta jam tambahan untuk mata kuliahnya tersebut. Dosen tersebut bermenjelaskan bahwa ia akan memberikan kisi – kisi untuk ujian Semester minggu depan. Saat tiba jam tambahan tersebut, dosen itu hanya memebeirkan arahan tentang persiapan ujian, dan sedikit membuat saya terheran bahwa ia memberikan pernyataan yang sampai sekarang masih saya ingat, ialah “ Nak, Insyaallah tahun 2014 , jurursan kita bakalan menerapkan system Kurikulum baru, dimana aka nada beberapa mata kuliah yang akan di Pangkas dan digabungkan. Sehingga lulusan tahun 2014 dapat lebih cepat lagi, 3 tahun setengah malahan. Jadi mereka kelak akan lulus lebih cepat sehingga akan mengurangi saingan dalam “mencari” pekerjaan kelak , minimalkan kawan – kawannya belum lulus duluan, jadi ia sudah membuat jalur duluan untuk “mencari” pekerjaan”.
Saya hanya tertegun mendengar kalimat itu dari sang bapak. Doktrin yang ingin di sampaikannya menurut saya adalah ketika kita lulus , kita harus segera mencari pekerjaan. Kembali, mengapa doktrin untuk menjadi seorang “Job Finder” terus membayang – bayangi mahasiswa, kenapa tidak bilang saja pada mahasiswa bahwa “Nak, Kelak pasca kampus, semoga kalian dapat membuat pekerjaan sendiri, membuat perusahaan kalian dan membantu membuka lapangan pekerjaan untuk masyarakat.”
Pola piker pencari inilah yang harus di reduksi dikemudian hari, saya selaku mahasiswa tingkat 6, terus akan mencoba menerapkan Pola Pikir seperti ini. Karena Sekarang bukan lagi saatnya untuk mencari pekerjaan, karena jumlah lapangan kerja di Indonesia jumlahnya tidak sebanding dengan jumlah mahasiswa S1 yang lulus setiap tahunnya. Jika setiap mahasiswa yang lulus memilih untuk Mandiri berkontribusi menjadi seorang pelopor Pekerjaan, maka Cita – cita bangsa untuk menyejahterakan rakyat akan terjadi dengan cepat, karena kita harus ingat bahwa Maju tidaknya suatu bangsa itu tergantung dari Mind Set Generasi penerusnya.
Sudah saatnya mahasiswa Sadar dengan Kebutuhan Negeri ini, Bukan hanya sekedar mengejar praktisi dan materialism belaka. Ingat bahwa sudah banyak orang pintar di negeri ini, tapi hanya sedikit orang yang memiliki Hati. Dan mau untuk membangun negeri ini. #KICK
4 Comments
lanjutkan kawan,,,
Setidaknya tidak semua dosen yg bisa mendoktrin mahasiswanya,Semuanya kembali ke pribadi masing-masing dan takdir Allah SWT..Kita bleh merencanakan akan apa kita setelah ini,tpi keinginan kita tdak lepas dari campur tangansang Maha Pencipta.
Ketika kita memang udah sedikit memahami hakikat ketika kita lulus apakah akan menjadi "pekerja" atau "pengusaha/pembuat lapangan kerja" ya kita yang kan menentukan.Semoga dgn pola pikir seperti anda akan menjadikan bangsa ini bsa lebih baik.hehe
Salam Pemuda. :)
Mungkin lebih tepatnya bukan "doktrin" kali ya. Itu lebih tepat adalah nasihat seorang bapak kpd anaknya.
Ambil contoh, dari sisi keuangan. (tidak munafik) hidup itu butuh uang. Dengan cara apa mndapatkannya? ya itu tergantung oknum masing2 : mencari atau menciptakan lapangan kerja.
Nah, terserah anaknya mau menganggap nasihat itu baik atau tidak.
Makanya, Allah memberikan akal sehat agar manusia berpikir (dari kejadian2 yg sudah trjadi).
beda ya', kalau nasehat dengan doktrin tuhh.. Kalo nasehat hanya memberi masukan, kalo doktrin itu lebih mengrahkan pemikiran seseorang agar sesuai dengan pemikiran sang subjek.
Ape kabar ya'? ikak taufik smanda
Post a Comment
Satu kata sungguh berarti